Gabry's Travel

Info Seputar Dunia Pariwisata

Menu
  • Beranda
  • PAGES
    • Contact Us
    • Copyright
    • DMCA
    • Privacy
  • ADVERTORIAL
  • BOLA
  • GLOBAL
  • HYPE
  • MONEY
  • NEWS
  • OTOMOTIF
  • PROPERTI
  • SKOLA
  • TRAVEL
Menu

Film Filosofi Kopi: Aroma Gayo, Rahung Nasution: Kopi Gayo Menarik Sejak Zaman Kolonial

Posted on 21 Desember 2020 by REO News

JAKARTA - Film dokumenter Filosofi Kopi: Aroma Gayo resmi tayang di Bioskop Online.

Film ini disutradarai Rahung Nasution dan dibintangi aktor Rio Dewanto. Film dokumenter ini menceritakan Rio Dewanto yang menjelajahi Tanah Gayo yang terletak di Aceh.

Berkait dipilihnya Kopi Gayo sebagai ide cerita dalam film tersebut, tentunya Rahung ingin kembali mengangkat nama mengenai kopi tersebut.

Apalagi kopi gayo digadang-gadang sebagai salah satu kopi terbaik di dunia.

“Kenapa gayo? karena Indonesia jadi penghasil kopi arabica terbesar, dia masuk lima besar. Arabica paling banyak diproduksi di Sumatera, Tanah Gayo, kedua di Toraja, dan beberapa di Pulau Jawa,” kata Rahung Nasution kepada Kompas.com via Zoom, Senin (21/12/2020).

Rahung berujar, gayo sudah dikenal sejak tahun 1920an dan memiliki keunikan tersendiri.

“Gayo ini menarik dari tahun 1920an, zaman kolonial, kopi Sumatera dikenal tapi kan dengan label Mandailing, market-market besar, sementara Mandailing berpenghasilan kopi sudah merosot sejak tahun 1990an. Ketika kopi diganti dengan tanaman lain, seperti karet, bahkan di pesisir Mandailing Natal ada kelapa sawit,” ucap Rahung.

“Jadi kopi Mandailing dikenal, digadang-gadang salah satu kopi terbaik di dunia, sebenarnya itu enggak eksis yang ada kopi gayo. Makanya di situ juga menggambarkan realitas seperti itu, ada persoalan-persolan yang tidak menguntungkan buat Gayo tapi buat Mandailing,” tutur Rahung.

Dengan adanya persoalan tersebut membuat Rahung untuk mengembalikan kopi gayo lebih banyak dikenal banyak orang.

“Sementara petani-petani Mandailing tidak mendapatkan peminat dari situ. Benefit itu diambil oleh orang-orang terlibat ekspor dengan label Mandailing. Sementara Gayo sendiri zaman kolonial, hingga hari ini memproduksi, terus hidup itu sudah jadi tradisi,” kata Rahung lagi.

Rahung menjelaskan ada keunikan tersendiri dari cara bercocok tanam petani kopi gayo.

“Bahkan ketika mulai bercocok tanam ada ritual, mantra-mantranya. Sebagian besar masyarakat gayo, Aceh Tengah, petani Kopi,” ujar Rahung menambahkan.

Filosofi Kopi: Aroma Gayo saat ini sudah bisa disaksikan melalui Bioskop Online.

[Source: Kompas]

Backlink Murah

Film Filosofi Kopi: Aroma Gayo, Rahung Nasution: Kopi Gayo Menarik Sejak Zaman Kolonial

Posted on 21 Desember 2020 by REO News

JAKARTA - Film dokumenter Filosofi Kopi: Aroma Gayo resmi tayang di Bioskop Online.

Film ini disutradarai Rahung Nasution dan dibintangi aktor Rio Dewanto. Film dokumenter ini menceritakan Rio Dewanto yang menjelajahi Tanah Gayo yang terletak di Aceh.

Berkait dipilihnya Kopi Gayo sebagai ide cerita dalam film tersebut, tentunya Rahung ingin kembali mengangkat nama mengenai kopi tersebut.

Apalagi kopi gayo digadang-gadang sebagai salah satu kopi terbaik di dunia.

“Kenapa gayo? karena Indonesia jadi penghasil kopi arabica terbesar, dia masuk lima besar. Arabica paling banyak diproduksi di Sumatera, Tanah Gayo, kedua di Toraja, dan beberapa di Pulau Jawa,” kata Rahung Nasution kepada Kompas.com via Zoom, Senin (21/12/2020).

Rahung berujar, gayo sudah dikenal sejak tahun 1920an dan memiliki keunikan tersendiri.

“Gayo ini menarik dari tahun 1920an, zaman kolonial, kopi Sumatera dikenal tapi kan dengan label Mandailing, market-market besar, sementara Mandailing berpenghasilan kopi sudah merosot sejak tahun 1990an. Ketika kopi diganti dengan tanaman lain, seperti karet, bahkan di pesisir Mandailing Natal ada kelapa sawit,” ucap Rahung.

“Jadi kopi Mandailing dikenal, digadang-gadang salah satu kopi terbaik di dunia, sebenarnya itu enggak eksis yang ada kopi gayo. Makanya di situ juga menggambarkan realitas seperti itu, ada persoalan-persolan yang tidak menguntungkan buat Gayo tapi buat Mandailing,” tutur Rahung.

Dengan adanya persoalan tersebut membuat Rahung untuk mengembalikan kopi gayo lebih banyak dikenal banyak orang.

“Sementara petani-petani Mandailing tidak mendapatkan peminat dari situ. Benefit itu diambil oleh orang-orang terlibat ekspor dengan label Mandailing. Sementara Gayo sendiri zaman kolonial, hingga hari ini memproduksi, terus hidup itu sudah jadi tradisi,” kata Rahung lagi.

Rahung menjelaskan ada keunikan tersendiri dari cara bercocok tanam petani kopi gayo.

“Bahkan ketika mulai bercocok tanam ada ritual, mantra-mantranya. Sebagian besar masyarakat gayo, Aceh Tengah, petani Kopi,” ujar Rahung menambahkan.

Filosofi Kopi: Aroma Gayo saat ini sudah bisa disaksikan melalui Bioskop Online.

[Source: Kompas]

Backlink Murah

Film Filosofi Kopi: Aroma Gayo, Rahung Nasution: Kopi Gayo Menarik Sejak Zaman Kolonial

Posted on 21 Desember 2020 by REO News

JAKARTA - Film dokumenter Filosofi Kopi: Aroma Gayo resmi tayang di Bioskop Online.

Film ini disutradarai Rahung Nasution dan dibintangi aktor Rio Dewanto. Film dokumenter ini menceritakan Rio Dewanto yang menjelajahi Tanah Gayo yang terletak di Aceh.

Berkait dipilihnya Kopi Gayo sebagai ide cerita dalam film tersebut, tentunya Rahung ingin kembali mengangkat nama mengenai kopi tersebut.

Apalagi kopi gayo digadang-gadang sebagai salah satu kopi terbaik di dunia.

“Kenapa gayo? karena Indonesia jadi penghasil kopi arabica terbesar, dia masuk lima besar. Arabica paling banyak diproduksi di Sumatera, Tanah Gayo, kedua di Toraja, dan beberapa di Pulau Jawa,” kata Rahung Nasution kepada Kompas.com via Zoom, Senin (21/12/2020).

Rahung berujar, gayo sudah dikenal sejak tahun 1920an dan memiliki keunikan tersendiri.

“Gayo ini menarik dari tahun 1920an, zaman kolonial, kopi Sumatera dikenal tapi kan dengan label Mandailing, market-market besar, sementara Mandailing berpenghasilan kopi sudah merosot sejak tahun 1990an. Ketika kopi diganti dengan tanaman lain, seperti karet, bahkan di pesisir Mandailing Natal ada kelapa sawit,” ucap Rahung.

“Jadi kopi Mandailing dikenal, digadang-gadang salah satu kopi terbaik di dunia, sebenarnya itu enggak eksis yang ada kopi gayo. Makanya di situ juga menggambarkan realitas seperti itu, ada persoalan-persolan yang tidak menguntungkan buat Gayo tapi buat Mandailing,” tutur Rahung.

Dengan adanya persoalan tersebut membuat Rahung untuk mengembalikan kopi gayo lebih banyak dikenal banyak orang.

“Sementara petani-petani Mandailing tidak mendapatkan peminat dari situ. Benefit itu diambil oleh orang-orang terlibat ekspor dengan label Mandailing. Sementara Gayo sendiri zaman kolonial, hingga hari ini memproduksi, terus hidup itu sudah jadi tradisi,” kata Rahung lagi.

Rahung menjelaskan ada keunikan tersendiri dari cara bercocok tanam petani kopi gayo.

“Bahkan ketika mulai bercocok tanam ada ritual, mantra-mantranya. Sebagian besar masyarakat gayo, Aceh Tengah, petani Kopi,” ujar Rahung menambahkan.

Filosofi Kopi: Aroma Gayo saat ini sudah bisa disaksikan melalui Bioskop Online.

[Source: Kompas]

Backlink Murah

Film Filosofi Kopi: Aroma Gayo, Rahung Nasution: Kopi Gayo Menarik Sejak Zaman Kolonial

Posted on 21 Desember 2020 by REO News

JAKARTA - Film dokumenter Filosofi Kopi: Aroma Gayo resmi tayang di Bioskop Online.

Film ini disutradarai Rahung Nasution dan dibintangi aktor Rio Dewanto. Film dokumenter ini menceritakan Rio Dewanto yang menjelajahi Tanah Gayo yang terletak di Aceh.

Berkait dipilihnya Kopi Gayo sebagai ide cerita dalam film tersebut, tentunya Rahung ingin kembali mengangkat nama mengenai kopi tersebut.

Apalagi kopi gayo digadang-gadang sebagai salah satu kopi terbaik di dunia.

“Kenapa gayo? karena Indonesia jadi penghasil kopi arabica terbesar, dia masuk lima besar. Arabica paling banyak diproduksi di Sumatera, Tanah Gayo, kedua di Toraja, dan beberapa di Pulau Jawa,” kata Rahung Nasution kepada Kompas.com via Zoom, Senin (21/12/2020).

Rahung berujar, gayo sudah dikenal sejak tahun 1920an dan memiliki keunikan tersendiri.

“Gayo ini menarik dari tahun 1920an, zaman kolonial, kopi Sumatera dikenal tapi kan dengan label Mandailing, market-market besar, sementara Mandailing berpenghasilan kopi sudah merosot sejak tahun 1990an. Ketika kopi diganti dengan tanaman lain, seperti karet, bahkan di pesisir Mandailing Natal ada kelapa sawit,” ucap Rahung.

“Jadi kopi Mandailing dikenal, digadang-gadang salah satu kopi terbaik di dunia, sebenarnya itu enggak eksis yang ada kopi gayo. Makanya di situ juga menggambarkan realitas seperti itu, ada persoalan-persolan yang tidak menguntungkan buat Gayo tapi buat Mandailing,” tutur Rahung.

Dengan adanya persoalan tersebut membuat Rahung untuk mengembalikan kopi gayo lebih banyak dikenal banyak orang.

“Sementara petani-petani Mandailing tidak mendapatkan peminat dari situ. Benefit itu diambil oleh orang-orang terlibat ekspor dengan label Mandailing. Sementara Gayo sendiri zaman kolonial, hingga hari ini memproduksi, terus hidup itu sudah jadi tradisi,” kata Rahung lagi.

Rahung menjelaskan ada keunikan tersendiri dari cara bercocok tanam petani kopi gayo.

“Bahkan ketika mulai bercocok tanam ada ritual, mantra-mantranya. Sebagian besar masyarakat gayo, Aceh Tengah, petani Kopi,” ujar Rahung menambahkan.

Filosofi Kopi: Aroma Gayo saat ini sudah bisa disaksikan melalui Bioskop Online.

[Source: Kompas]

Backlink Murah

Film Filosofi Kopi: Aroma Gayo, Rahung Nasution: Kopi Gayo Menarik Sejak Zaman Kolonial

Posted on 21 Desember 2020 by REO News

JAKARTA - Film dokumenter Filosofi Kopi: Aroma Gayo resmi tayang di Bioskop Online.

Film ini disutradarai Rahung Nasution dan dibintangi aktor Rio Dewanto. Film dokumenter ini menceritakan Rio Dewanto yang menjelajahi Tanah Gayo yang terletak di Aceh.

Berkait dipilihnya Kopi Gayo sebagai ide cerita dalam film tersebut, tentunya Rahung ingin kembali mengangkat nama mengenai kopi tersebut.

Apalagi kopi gayo digadang-gadang sebagai salah satu kopi terbaik di dunia.

“Kenapa gayo? karena Indonesia jadi penghasil kopi arabica terbesar, dia masuk lima besar. Arabica paling banyak diproduksi di Sumatera, Tanah Gayo, kedua di Toraja, dan beberapa di Pulau Jawa,” kata Rahung Nasution kepada Kompas.com via Zoom, Senin (21/12/2020).

Rahung berujar, gayo sudah dikenal sejak tahun 1920an dan memiliki keunikan tersendiri.

“Gayo ini menarik dari tahun 1920an, zaman kolonial, kopi Sumatera dikenal tapi kan dengan label Mandailing, market-market besar, sementara Mandailing berpenghasilan kopi sudah merosot sejak tahun 1990an. Ketika kopi diganti dengan tanaman lain, seperti karet, bahkan di pesisir Mandailing Natal ada kelapa sawit,” ucap Rahung.

“Jadi kopi Mandailing dikenal, digadang-gadang salah satu kopi terbaik di dunia, sebenarnya itu enggak eksis yang ada kopi gayo. Makanya di situ juga menggambarkan realitas seperti itu, ada persoalan-persolan yang tidak menguntungkan buat Gayo tapi buat Mandailing,” tutur Rahung.

Dengan adanya persoalan tersebut membuat Rahung untuk mengembalikan kopi gayo lebih banyak dikenal banyak orang.

“Sementara petani-petani Mandailing tidak mendapatkan peminat dari situ. Benefit itu diambil oleh orang-orang terlibat ekspor dengan label Mandailing. Sementara Gayo sendiri zaman kolonial, hingga hari ini memproduksi, terus hidup itu sudah jadi tradisi,” kata Rahung lagi.

Rahung menjelaskan ada keunikan tersendiri dari cara bercocok tanam petani kopi gayo.

“Bahkan ketika mulai bercocok tanam ada ritual, mantra-mantranya. Sebagian besar masyarakat gayo, Aceh Tengah, petani Kopi,” ujar Rahung menambahkan.

Filosofi Kopi: Aroma Gayo saat ini sudah bisa disaksikan melalui Bioskop Online.

[Source: Kompas]

Backlink Murah
Cari untuk:

Kategori

  • ADVERTORIAL (6)
  • BOLA (35)
  • EDUKASI (2)
  • FOOD (4)
  • GLOBAL (16)
  • HEALTH (1)
  • HOMEY (7)
  • HYPE (40)
  • JALAN JALAN (2)
  • LIFESTYLE (6)
  • MONEY (18)
  • NEWS (78)
  • OTOMOTIF (11)
  • PROPERTI (6)
  • SKOLA (7)
  • TEKNO (1)
  • TRAVEL (32)
  • TRAVEL TIPS (3)
  • TREN (8)
  • Tutorial (1)
  • Uncategorized (5)
  • WHATS HOT (20)

Pos-pos Terbaru

  • 10 Tur Gila yang Sangat Berbahaya 21 Februari 2021
  • 10 Pemakaman Aneh yang Akan Segera Anda Kunjungi 18 Februari 2021
  • 10 Jembatan Mengerikan yang Mungkin Tidak Ingin Anda Lintasi 16 Februari 2021
  • Cara Membuat Apple Pie Ala McD yang Enak dan Lumer 16 Februari 2021
  • 10 Destinasi Tersembunyi Yang Tidak Layak Ditemukan 14 Februari 2021
  • 10 Bandara Terkeren Di Dunia 12 Februari 2021
  • 10 Hal Aneh yang Disewakan Orang Saat Bepergian 10 Februari 2021
  • 10 Kastil Menakjubkan Di Eropa Yang Mungkin Belum Pernah Anda Dengar 8 Februari 2021
  • 10 Tempat Wisata Populer yang Penuh Peninggalan Manusia 7 Februari 2021
  • 10 Hotel Paling Banyak Dibicarakan Di Dunia 6 Februari 2021
  • 10 Kecelakaan Perjalanan Lucu Yang Menjadi Berita 5 Februari 2021
Gabry's Travel © 2021